Petualangan Pertama, Menapaki Miniatur Semeru (Gunung Guntur, Garut, Jawa Barat)

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh,

Dikesempatan kali ini aku mau sharing pengalaman pertamaku muncak ke gunung sungguhan, setelah sebelumnya aku cukup sering camp ceria di bukit sisi perkotaan yang tingginya di bawah 2000 mdpl, akhirnya pada penghujung Maret 2019 aku berkesempatan untuk menapaki sebuah gunung yang konon katanya merupakan miniatur gunung tertinggi di tanah jawa, Gunung Semeru. Bisa di bilang gunung Guntur yang memiliki ketinggian 2249 mdpl ini merupakan semeru-nya jawa barat, tapi kalau dibandingin face to face sih yaa jelas ga akan sama, haha.

Pendakian kali ini berawal dari aku yang emang udah pengen banget ngerasain muncak yang beneran muncak. Akhirnya tanpa rasa ragu, aku memberanikan diri buat ngajak sahabat aku yang udah lebih dulu punya pengalaman soal pendakian. Setelah deal, kita ga langsung menentukan destinasi ke gunung Guntur sih. Waktu itu ada dua pilihan, yang pertama gunung Artapela dan yang ke dua gunung Guntur. Boleh dibilang gunung Guntur ini emang aku yang request, karena sahabatku lebih menyarankan ke artapela aja buat ukuran pendaki pemula. Cuma, karena aku udah jatuh cinta lebih dulu sama gunung guntur sejak pertama kali aku searching di Instagram, aku tetep kekeuh mau ke gunung guntur aja dengan alasan pemandangannya lebih keren dan gunung banget. Meskipun dengan berbagai alasan temen aku tetap membujuk buat putar haluan ke artapela dan sempet bilang juga kalau di Artapela kita bisa liat milky way malem-malem, but sorry, aku udah jatuh cinta banget sama gunung Guntur walaupun belum berjumpa.

Akhirnya temen aku mengiyakan ajakan aku ke gunung Guntur, walau mungkin sebenernya dia agak waswas karena aku emang belum punya pengalaman muncak sama sekali. Setelah itu, aku nyari partner cowo yang mau berangkat ke Guntur juga, karena kebetulan aku sama temen aku sama-sama cewe jadi kaya ga enak aja kalo muncak cuma cewe doang, apalagi cuma berdua. Akhirnya terkumpulah 11 orang personil yang siap meluncur ke gunung Guntur, dengan komposisi 9 orang cowo dan 2 orang cewe, yang di mana cewenya adalah aku dam sahabatku. Ah ya, perizinan! ini penting banget sih. Karena kebetulan aku lagi di kosan tercinta di bandung a.k.a jauh dari orangtua, akhirnya aku izin sama orangtua via telepon. Respon pertama mama waktu denger aku muncak, kaget banget, dan menceramahi aku dengan kecepatan 1000000000km/jam, udah bad feeling banget sih bakal ga diizinin, tapi akhirnya mamaku bilang "Ah, yaudah, Mama tau kamu anaknya keras kepala, diizinin atau engga juga pasti bakal tetep pergi (padahal ngga juga), Mama izinin dengan syarat jangan lupa sholat, jaga diri, jaga kesehatan, bawa jaket, bawa obat, makanan juga, baju anget." dan dengan nada rendah aku mencoba memastikan, "Mama serius?" lalu Mamaku langsung menyambar "Iya, tapi inget pesan Mama." lalu okay, aku mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada Mamaku, Ibu Winarni tercinta.

Tanggal 30 Maret pukul 03.00 WIB a.k.a itu nyubuh banget wei, aku bangun dan mengecek kembali barang yang harus aku bawa, alat sholat, jaket, madu, baju ganti, mie instan, susu, sandal, air mineral 1.5 liter, kaos kaki ganti dan tentu saja dompet. Jam 06.00 aku janjian di depan Indomaret seberang PUSDAI, di sana udah ada 9 orang cowo yang merutuk karena aku sama temen ceweku dateng telat sekitar 15 menitan, hehe. Akhirnya setelah semuanya kumpul kita berdoa sama-sama dulu sebelum meluncur ke Garut. And yaa, Gunung Guntur I am Coming! Perjalanan dari bandung ke basecamp gunung Guntur memakan waktu kurang lebih 2,5 atau 3 jam gitu, aku lupa, yang jelas aku sampe di basecamp Gunung Guntur sekitar pukul 9 atau 9.30 WIB. Dikarenakan hari itu hari sabtu, alias pendakian lagi rame-ramenya, kami sepakat buat istirahat dulu sekalian repack dan pembagian beban barang bawaan. Setelah ngobrol, repack dan makan buat yang belum makan, akhirnya salah satu di antara kami mengurus simaksi. Setelah semuanya siap, dan selesai dicek ulang, akhirnya kami memutuskan untuk segera bergegas sebelum matahari naik di atas ubun-ubun, karena katanya trek pertama yang akan kami lalui berupa hamparan tanah gersang dan cukup berdebu. Rizki, yang saat itu dipercaya sebagai ketua kelompok pun memperingatkan untuk memakai topi dan menggunakan masker untuk menghindari panas.

Pukul 10.30 WIB kami kembali berkumpul dan berdoa demi keselamatan bersama, and let's go, kami memulai pedakian melewati jalan yang cukup menanjak. Setelah melewati jalan menanjak dan rumah warga akhirnya kami sampai di batas rumah warga dengan hamparan ladang gersang, 15 menit pertama sih masih asik dan masih bisa bercanda sampe akhirnya ngeluh dan misuh-misuh sendiri karena panas banget gak bohong. Temen-temen satu teamku yang ternyata cukup banyak yang baru pertama kali menapaki gunung Gunturpun memuji betapa panas dan gersangnya perjalanan dari basecamp menuju Pos I. Setelah drama misuh-misuh melewati ladang gersang yang panasnya ga ada obat, akhirnya kami sampai di Pos I. Di Pos I ini bisa dikatakan surga bagi mereka yang udah melewati trek ladang, di sini adem beneran adem, banyak pohon juga karena katanya pos I ini emang gerbang rimba gitu, di sini juga tersedia warung yang menyediakan gorengan, mie instant dan minuman dingin yang menjadi primadona para pendaki yang kehausan. Pokoknya Pos I ini lengkap banget deh, warung, mushola, toilet, tempat nongki dengan view ladang gersang dan kota garut yang mulai keliatan, pokoknya dah lah nyaman banget rasanya, dan gak jauh dari warung ada pos pengecekan simaksi. Kami cukup lama menghabiskan waktu di Pos I, hampir satu jam karena kami memang sholat dan mengisi perut terlebih dahulu, karena katanya setelah ini ga akan ada lagi warung. Btw, perjalanan dari basecamp menuju Pos I ini memakan waktu 2 jam, mungkin karena emang kita banyak diem juga kali ya.

Sekitar Pukul 13.30 WIB, kami melanjutkan perjalanan, benar saja apa kata salah satu teman yang sudah berpengalaman ke sini, trek dari Pos I menuju Pos selanjutnya tidak semenyiksa trek dari basecamp menuju Pos I. Di perjalanan menuju Pos II kami disuguhkan dengan pemandangan pohon-pohon dan beberapa aliran air, adem deh pokoknya. Tapi sayang, baru saja beberapa menit hujan tiba-tiba saja turun mengguyur kami. Dengan cepat, kamipun segera memakai jas hujan masing-masing dan melanjutkan perjalanan dibawah air hujan. Gimana rasanya? Jujur awalnya aku takut, tapi kesini-kesini jadi seru juga. Perjalanan menuju pos selanjutnya cukup ekstrim, kami harus mendaki batu-batu berukuran besar, aku sempat meminta untuk istirahat dulu, tapi salah satu temanku tidak menyarankan istirahat ketika lagi hujan deras gini, karena takutnya kita malah diem dan terjadi hal yang ga diinginkan (hipotermia a.k.a gabisa ngatur suhu tubuh), akhirnya oke, aku setuju untuk skip gak istirahat dulu, dan tau ga sih yang aku takutin ketika liat batu dan lagi hujan begini itu, licin! Tapi para pria-pria tangguh itu meyakinkan aku kalau semuanya ga apa-apa, it's normal bagi mereka yang udah terbiasa berkecimpung dengan alam. Sampai akhirnya yaudah deh, oke aku siap kembali melangkah. Sebelum melanjutkan perjalanan, salah seorang dari temanku menyarankan untuk minum madu atau obat herbal untuk menghangatkan badan dan mengembalikan stamina yang terkuras.

Setelah berjalan dan terus berjalan, akhirnya tiba-tiba saja kami sampai di Pos III, Pos II-nya mana? wkwk. Mungkin saking asyiknya kami berjalan, kami melewatkan Pos  II, tapi memang katanya Pos II itu ga ada tanda khusus jadi cuma batu gitu. Akhirnya hujan reda, dan langit yang semula abu-abu berubah menjadi putih diselimuti kabut. Gerah tapi dingin, bingung ga tuh, dari kejauhan terlihat kibaran bendera yang menandakan camp area sudah dekat. Akhirnya dengan kesepakatan bersama, dua orang temanku berjalan lebih dulu untuk mencari lahan mendirikan tenda. Jam tagan putih yang sudah berubah menjadi kecoklatak yang melekat  dipergelangan tanganku sudah menunjukkan pukul 16.15 WIB, kamipun mempercepat langkah kaki untuk menyusul dua temanku yang sudah lebih dulu sampai di area camp. Suasana area camp waktu itu... Euh, penuh banget! karena tempat yang udah ga memungkinkan, akhirnya mau ga mau kami mendirikan tenda di tengah, alias kalo ditengah tuh anginnya gede dan alasnya batu yang beneran batu. But it's okay, kami berusaha menikmatinya.

Kabut semakin tebal dan langit mulai kehilangan sinarnya, langit yang semula putih berubah menjadi hitam. Tanpa terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 18.15 WIB, kamipun mendirikan sholat dan setelah itu masak, karena perut kami sudah memberontak meminta makan. Aku sama temen aku yang cewe berkutik dengan bahan masakan sementara para cowo asyik berfoto diatas pemandangan malam kota Garut.  Ah, syahdu, rasanya rindu kalo inget lagi masa-masa itu. Setelah masakan selesai dimasak, kamipun segera mengisi perut yang kosong, menu malam itu bisa dikatakan spesial, nasi liwet, ikan asin, tempe goreng, kentang balado, capcai, pokoknya nikmat. Selesai makan, kamipun berbicang tentang hal-hal yang tidak penting tapi seru sembari menikmati city light, tentang bagaimana kami melalui perjalanan siang tadi dan akhirnya ditutup dengan main games. Setelah waktu menunjukkan pukul 21.00 kami segera berbenah untuk tidur karena besok kami harus bangun dini hari untuk summit, tidak lupa, sebelum tidur kami melaksanakan sholat isya terlebih dahulu. Ada tiga tenda yang kami dirikan waktu itu, 2 tenda anak cowo dan satu tenda khusus cewe.

Pukul 03.30 WIB kami bangun, jujur saja semalam kami tidak tidur dengan nyaman karena tenda sebelah yang berisik dan banyak sekali orang yang malah beraktivitas di tengah malam, ada yang menyanyi, ada yang masih bercengkrama dan lain-lain, semuanya menjadi satu. Dengan mata yang masih terkantuk-kantuk akupun mempersiapkan diri untuk summit, memakai jaket windproof, baju double dan sarung tangan, serta bekal madu dan makanan serta minuman hangat. Setelah semuanya selesai, kami segera berkumpul dan kembali memanjatkan doa agar kami diberi keselamatan dan pulang dengan selamat pula. Perjalanan dimulai pukul 04.00 WIB, summit yang kesiangan, katanya, karena dari kejauhan tampak banyak sekali cahaya kecil berkelap-kelip yang berasal dari headlamp para pendaki yang berusaha menapaki puncak.  Kami memulai perjalanan setelah melewati anak panah yang menunjukkan arah puncak. Beberapa menit berjalan, trek mulai menaik tanpa ampun, pijakan kaki yang berupa kerikil cukup menghambat langkah kami, karena satu kali melangkah naik, dua kali kaki turun alias susah banget karena licin. Belum lagi kerikil kecil yang berusaha masuk ke dalam sepatu cukup menganggu perjalanan, kami beberapa kali menepi untuk membersihkan sepatu kami dari kerikil. Sebenarnya ini memang merupakan salah kami, karena harusnya jika tidak mau perjalanan kami terhambat, kami sebaiknya memakai Gaiter.

Perjalanan menuju puncak cukup menguras waktu dan tenaga, sempat ingin menyerah tapi semburat merah muda yang kulihat dari ketinggian sangat menggoda, seakan menyemangatiku untuk segera menapaki puncak yang masih jauh dari pandangan mata. Aku beberapa kali terpisah dengan kelompokku, bukan tanpa alasan, trek yang begitu rumit memaksa kami untuk berpisah dan memilih trek yang paling mudah untuk kami lewati. Kami berpisah karena tingkat kerumitan trek seseorang itu beda-beda, jadi kami memilih untuk berjalan sendiri-sendiri sesuai trek yang mampu dilalui. Aku berjalan lagi, langkahku hanya melihat ke atas, puncak yang ingin aku tapaki, sampai akhirnya aku sampai di puncak I Gunung Guntur, jujur aku sedikit kebingungan, karena ternyata belum ada satupun temanku yang sampai. Seperti anak ayam yang hilang, aku celingukan sendiri. Aku terdiam menikmati betapa indahnya ciptaan Allah, langit yang biru, pemandangan yang MasyaAllah rasanya mau nangis karena terharu. Walaupun ga dapet lautan awan seperti apa yang tersebar di instragram, tapi tidak mengurangi keindahan dan pesona gunung Guntur. Rasanya kayak mimpi, bisa menapaki puncak dengan ketinggian 2249 Mdpl. Selang beberapa menit akhirnya teman-temanku sampai di Puncak I, dengan antusias akupun memeluk sahabatku. Ah, sumpah, rasanya aku jadi orang terkeren saat itu. Sesampainya dipuncak dan bertemu dengan teman-teman, kami segera melaksanakan sholat subuh dan setelah itu agenda dilanjutkan dengan masak mie instan andalan. Makan mie instan di atas puncak tuh rasanya beda haha, nikmat banget pokoknya, Alhamdulillah waa syukurillah.

Selesai makan, kami menghabiskan waktu untuk berfoto dibalik kabut yang datang dan pergi menghalangi pemandangan. Pokoknya gapapa fotonya jelek, yang penting udah sampe ke puncak guntur. Pukul 09.00 kabut tebal turun, "Ah, kudu gancang turun ieu mah, bakal hujan." kata seorang teman yang artinya "Ah, harus cepet turun nih, bakal hujan." akhirnya walaupun masih betah kami turun melewati 'serodotan pasir', beneran serodotan pasir, karena dengan diem aja kita udah bisa melucur. Disinilah momen seru tercipta, saking serunya aku gabisa nahan ketawa liat orang lain yang ga hati-hati pada tabrakan. Jaga jarak aman, mungkin itu yang harus diterapkan sekarang. Tapi karena kurang hati-hati, aku jadi salah satu korban yang tabrakan dan jatuh menggelinding. Seru pokoknya, oh yaa ada cerita berkesan di sini, jadi salah satu teman mendakiku ada yang sepatunya jebol, bayangin dong, mana treknya pasir semua dan camp area masih jauh, kasian banget tapi kita ga bisa apa-apa. Akhirnya, dia digendong gantian gitu sampe bawah dan yaaaa jatuh berkali-kali terdengar wajar.

Pukul 11.30 WIB kami sampai di camp area, segera, kami membereskan peralatan dan berkemas untuk pulang. Sementara para cowo bongkar tenda dan beres-beres, aku dan sahabatku masak cemilan untuk makan siang. Setelah semuanya selesai, kami melaksanakan sholat dzuhur terlebih dahulu sebelum turun. Kamipun turun sekitar pukul 14.30 WIB, tidak ada kendala diperjalanan turun, hanya saja sempat terjadi kesalahpahaman karena ada salah satu temanku yang berjalan lebih dulu tetapi tidak terkonfirmasi dengan alasan trek ketika pulang ngantri dan penuh dan ini emang benerannnn. Kami salah paham dan saling menunggu satu sama lain selama kurang lebih setengah jam. Setelah akhirnya dipertemukan kembali dengan team lengkap, kami melanjutkan perjalanan menuju pos pengecekan dan akhirnya sampai di basecamp pukul 17.15 WIB. Kami segera melanjutkan perjalanan pulang, mengejar waktu karena besok harus kuliah.

Tamat.

Hahaha, fyi nih temen-temen, ini adalah perjalanan ketika saya belum mengetahui bahwasanya Gunung Guntur masuk ke dalam Taman Nasional yang dilindungi. So, mohon maaf banget. Dan setelah perjalanan ini, saya juga masih melakukan trip terakhir ke Guntur sebelum saya mengetahui informasi tersebut yang akan saya ceritakan kalau ada kesempatan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Welcome to my journal

Mama, adalah alasanku.

Catatan Sebelum Tidur; Bimbang.